LAMBAR-Tingginya kebutuhan hidup di kabupaten /kota dan tak
memiliki lahan untuk berkebun, tak membuat pasangan suami istri (pasutri),
Waloyo 51 Tahuh, menyerah. Dengan sistem menyewa lahan kosong dikecamatan sukau
kabupaten lampung barat , pasangan ini memanfaatkan lahan yang ada untuk
menanam sayur-sayuran .
Meski hanya menyewa beberapa petak lahan, pasutri asal Kabupaten Jawa barat (Jabar) ini mampu menyekolahkan anak mereka hingga perguruan tinggi.
Kerasnya kehidupan kabupaten/kota menuntut keduanya harus berjuang keras. Lahan kosong berbatu disulap menjadi "Surga Kecil " yang menghijau. Bedeng-bedeng sayur dibangun berderet membentuk terasering.
" Lahan ini kami sewa dari tahun 1990 dan menjadi sumber kehidupan kami di
kabupaten lampung barat (Lambar). Satu bulan kami harus bayar di pemilik lahan
sebesar Rp 250 ribu," ucap Waloyo kepada EditorLambar.Com Jum,at (30/3).Meski hanya menyewa beberapa petak lahan, pasutri asal Kabupaten Jawa barat (Jabar) ini mampu menyekolahkan anak mereka hingga perguruan tinggi.
Kerasnya kehidupan kabupaten/kota menuntut keduanya harus berjuang keras. Lahan kosong berbatu disulap menjadi "Surga Kecil " yang menghijau. Bedeng-bedeng sayur dibangun berderet membentuk terasering.
Menurut si, Isteri Waloyo, Mengatakan dahulu lahan yang
disewanya itu dipenuhi rumput dan pepohonan seperti Alang-Alang dan batang
jarami .Namun, dengan keuletan suaminya, tempat itu kini menjadi kebon dan
sisianya sawah kecil dan menjadi satu-satunya sumber penghasilan mereka.
Di samping lahan, terdapat sebuah sumur tua yang menjadi harapan Ibu Yeni dan petani sayur lainnya untuk menyiram tanaman mereka.
" Setiap pagi dan sore kami pikul air dari sumur untuk siram tanaman. Hasil dari kebun sayur kami jual ke pasar dan hasilnya buat biaya pendidikan anak-anak," ucapnya.
Di samping lahan, terdapat sebuah sumur tua yang menjadi harapan Ibu Yeni dan petani sayur lainnya untuk menyiram tanaman mereka.
" Setiap pagi dan sore kami pikul air dari sumur untuk siram tanaman. Hasil dari kebun sayur kami jual ke pasar dan hasilnya buat biaya pendidikan anak-anak," ucapnya.
Masih kata Ibu Yeni ,Dari hasil menyewa lahan itu, anak
sulungnya saat ini sudah lulus kuliah dan sudah bekerja. "Mereka kami
biayai dari hasil kebun kecil ini. Yang sulung sudah habis kuliah dan sudah
kerja d. Satu masih kuliah dan bungsu masih SMA," .
Di balik kesuksesan menyekolahkan anak, ada segudang perjuangan yang melelahkan tak pernah ditunjukkan. Waloyo selalu tersenyum walau terbakar teriknya matahari. Di hadapan anak-anaknya, ia selalu ceria walau sebenarnya menyimpan sejuta lelah. Kerutan di wajahnya menggambarkan perjuangan yang tak mudah.
Di balik kepenatannya, ia berharap pemerintah sudi membantu peralatan pertanian guna meringankan bebannya, sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian yang bermuara pada peningkatan ekonomi.
"Kalau bisa pemerintah bantu alat semprot, bibit, obat hama dan pupuk. Soalnya harga pupuk saja mahal, belum lagi obat hama," ucap Waloyo.(Ir/EditorLambar.Com)
Di balik kesuksesan menyekolahkan anak, ada segudang perjuangan yang melelahkan tak pernah ditunjukkan. Waloyo selalu tersenyum walau terbakar teriknya matahari. Di hadapan anak-anaknya, ia selalu ceria walau sebenarnya menyimpan sejuta lelah. Kerutan di wajahnya menggambarkan perjuangan yang tak mudah.
Di balik kepenatannya, ia berharap pemerintah sudi membantu peralatan pertanian guna meringankan bebannya, sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian yang bermuara pada peningkatan ekonomi.
"Kalau bisa pemerintah bantu alat semprot, bibit, obat hama dan pupuk. Soalnya harga pupuk saja mahal, belum lagi obat hama," ucap Waloyo.(Ir/EditorLambar.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar